Gerakan-gerakan yang dilakukan mahasiswa selalu menjadi topik yang panas untuk dibahas. Sejak digulingkannya orde baru yang dipelopori oleh mahasiswa, tentunya gerakan-gerakan mahasiswa dilihat sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah. Mahasiswa sering kali menjadi motor penggerak perubahan sosial dan politik di Indonesia. Mereka tidak hanya menuntut reformasi di bidang politik, tetapi juga di bidang pendidikan, ekonomi, dan hak asasi manusia. Gerakan mahasiswa ini sering kali mendapatkan dukungan luas dari masyarakat karena dianggap mewakili suara rakyat yang tertindas. Namun, bagaimana dengan saat ini? Apakah mahasiswa masih merepresentasikan kepentingan masyarakat? Betikut pembahasannya.
Gerakan Mahasiswa dalam Merespon Isu Nasional
Gerakan mahasiswa di Indonesia telah lama menjadi bagian penting dari sejarah perubahan sosial dan politik di negeri ini. Sejak era pergerakan kemerdekaan hingga masa reformasi, mahasiswa selalu berada di garda terdepan dalam menyuarakan aspirasi rakyat dan menentang kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada kepentingan publik. Dalam beberapa tahun terakhir, serangkaian aksi yang dilakukan mahasiswa menyorot perhatian publik, khususnya dalam menolak rancangan undang-undang yang kontroversial seperti RUU KUHP dan Omnibuslaw, serta dalam mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Untuk memahami lebih dalam bagaimana gerakan mahasiswa di era ini menghadapi tantangan baru, penting untuk menelaah beberapa aksi besar yang mencerminkan perlawanan mereka terhadap kebijakan pemerintah. Penolakan terhadap RUU KUHP, misalnya, memperlihatkan kekhawatiran mahasiswa terhadap ancaman kebebasan sipil dan demokrasi di Indonesia. Sementara itu, penolakan terhadap Omnibuslaw memunculkan isu lain yang tak kalah penting, yaitu dampaknya terhadap hak-hak buruh dan keberlanjutan lingkungan.
Terakhir, pengawalan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi. Aksi mahasiswa dalam mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) baru-baru ini menjadi sorotan penting dalam konteks pergerakan sosial di Indonesia. Aksi ini dipicu oleh keputusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan terkait Undang-Undang Pilkada, yang dinilai tidak sejalan dengan aspirasi masyarakat. Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, termasuk Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), menggelar demonstrasi besar-besaran di depan gedung DPR untuk menyampaikan ketidakpuasan mereka terhadap revisi undang-undang yang dianggap mengabaikan keputusan MK dan kepentingan public (detiknews, 2019).
Pembentukan aksi ini berakar dari kekhawatiran mahasiswa akan dampak negatif dari kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan, seperti pengaturan syarat pencalonan kepala daerah yang tidak mencerminkan keadilan bagi semua partai politik. Mereka menuntut agar DPR menghormati putusan MK dan tidak melanjutkan kebijakan yang dinilai diskriminatif (cnbcindonesia, 2024). Respon pemerintah terhadap aksi ini bervariasi; sementara beberapa pejabat mengajak dialog, banyak mahasiswa merasa bahwa tawaran tersebut tidak cukup untuk mengatasi kekhawatiran mereka tentang transparansi dan partisipasi dalam proses legislasi.
Masyarakat pun menunjukkan reaksi beragam terhadap aksi mahasiswa ini. Sebagian mendukung gerakan tersebut, melihatnya sebagai bentuk keberanian dan kepedulian terhadap masa depan demokrasi di Indonesia. Namun, ada juga yang skeptis, mempertanyakan efektivitas aksi tersebut dan dampaknya terhadap stabilitas social (Azura dkk, 2024). Dengan demikian, aksi mahasiswa dalam mengawal putusan MK mencerminkan dinamika penting antara aspirasi publik, kebijakan pemerintah, dan respons masyarakat yang terus berkembang dalam konteks politik Indonesia saat ini.
Gerakan Mahasiswa dalam Merespon Isu Lokal
Mengingat mahasiswa merupakan perwakilan suara rakyat, maka isu lokal juga menjadi sebuah perbincangan yang patut untuk diperjuangakan. Dalam konteks ini, contohnya adalah aksi demonstrasi di halaman gedung DPRD Provinsi Kaltim yang di gelar oleh Aliansi Mahasiswa Kalimantan Timur (MAHAKAM). Tuntutan aksi Aliansi Mahakam ini di picu oleh adanya penggusuran paksa di desa pemaluan dan sepaku. Selain itu, mereka juga menuntut menyegerakan pengesahan RUU Masyarakat Adat, menuntut perlindungan yang lebih efektif terhadap masyarakat adat dan perbaikan syarat standarisasi pengakuan serta perlindungan terhadap masyarakat hukum adat. Sebagaimana yang telah di sampaikan oleh Humas Aliansi Mahakam Noval Banu Eka Satria “Kami bergerak untuk melindungi dan memberikan hak-hak kepada masyarakat adat dengan menuntut pengesahan RUU,” ucap Noval ( Divisi.id, 2024).
Untuk memenuhi tuntutan mereka, Aliansi Mahakam berusaha bernegosiasi dengan pihak yang berada di belakang pagar gedung DPRD Kaltim guna meminta izin masuk. Namun, permintaan itu dianggap tidak digubris, yang mengakibatkan aksi demonstrasi, seperti pembakaran ban, menggoyangkan pagar, dan memblokade jalan raya di depan gedung. Namun, Aliansi Mahakam berkomitmen untuk terus mendukung perjuangan masyarakat adat di Kalimantan dalam meraih pengakuan dan perlindungan. (sketsaunmul.co, 2024).
Beberapa Contoh Kasus Kegagalan Pergerakan yang dilakukan oleh Mahasiswa
Gerakan mahasiswa di Indonesia sendiri memang menjadi salah satu pilar dalam gerakan sosial masyarakat, akan tetapi tidak semua gerakan atau aksi yang dilakukan mahasiswa berjalan dengan mulus. Ada beberapa aksi demonstrasi mahasiswa yang dianggap gagal atau tidak digubris oleh pemerintah, meskipun mereka telah mengerahkan banyak massa dan berusaha menyuarakan aspirasi. Beberapa contohnya di Indonesia antara lain, Demonstrasi Menolak Omnibus Law (2020)
Mahasiswa dan buruh melakukan aksi besar-besaran untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang dianggap merugikan pekerja dan lingkungan. Namun, meskipun aksi ini berlangsung di berbagai daerah, undang-undang tetap disahkan oleh DPR dan pemerintah tanpa perubahan substansial yang diinginkan demonstran (BBC News Indonesia, 2022).
- Aksi Menolak Revisi UU KPK (2019)
Mahasiswa di berbagai kota di Indonesia turun ke jalan untuk menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Revisi ini dianggap melemahkan KPK sebagai lembaga anti-korupsi. Meskipun protes berlangsung besar-besaran, pemerintah dan DPR tetap mengesahkan revisi UU tersebut, meskipun ada banyak tuntutan untuk membatalkannya (Kompas.com, 2019).
- Demonstrasi Menolak Kenaikan Harga BBM (2013)
Pada 2013, mahasiswa melakukan aksi besar menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diumumkan pemerintah. Namun, meskipun terjadi aksi di berbagai kota, pemerintah tetap menaikkan harga BBM sesuai kebijakannya, tanpa merespons tuntutan demonstran, dan masih banyak lagi aksi yang lainnya dilakukan oleh gerakan mahasiswa yang tidak digubris oleh pemerintah (BBC News Indonesia, 2013).
Kegagalan dalam gerakan ini tentu banyak sekali faktor yang mempengaruhi nya, Ada beberapa faktor yang menyebabkan aksi demonstrasi mahasiswa gagal atau tidak digubris oleh pemerintah. Pertama, kepentingan politik dan ekonomi sering kali lebih dominan. Pemerintah lebih mengutamakan stabilitas ekonomi atau investasi, seperti dalam kasus Omnibus Law, meskipun ditentang oleh mahasiswa. Kedua, kurangnya dukungan luas dari masyarakat juga berperan. Aksi yang hanya didukung mahasiswa tanpa keterlibatan kelompok lain, seperti buruh atau masyarakat umum, sering kali tidak memiliki kekuatan cukup untuk mempengaruhi kebijakan. Ketiga, konsistensi dan kontinuitas gerakan yang minim juga berkontribusi pada kegagalan.
Faktor utama lainnya yaitu kurangnya partisipasi dan dukungan dari masyarakat luas. Demonstrasi yang hanya melibatkan mahasiswa tanpa adanya keterlibatan dari kelompok-kelompok masyarakat lainnya, seperti buruh, petani, dan kelompok sipil, cenderung kurang berpengaruh terhadap pemerintah. Dukungan dari masyarakat yang lebih luas dapat memberikan tekanan yang lebih besar, karena hal ini menunjukkan bahwa isu yang diangkat oleh mahasiswa juga dirasakan oleh berbagai lapisan masyarakat. Jika masyarakat luas tidak terlibat atau bahkan tidak tertarik pada isu yang diangkat, aksi tersebut sering kali kehilangan kekuatan politiknya.
Adapun beberapa alasan mengapa dukungan masyarakat terhadap gerakan mahasiswa bisa kurang. Pertama, masyarakat mungkin tidak merasakan langsung dampak dari isu yang diperjuangkan oleh mahasiswa, sehingga mereka tidak merasa perlu untuk ikut serta. Misalnya, dalam kasus penolakan terhadap kenaikan harga BBM, sebagian masyarakat mungkin setuju dengan kebijakan tersebut karena mereka melihatnya sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menstabilkan perekonomian. Kedua, masyarakat juga bisa apatis atau tidak peduli terhadap aksi mahasiswa karena berbagai faktor, seperti kelelahan dengan aksi demonstrasi yang sering terjadi atau rasa tidak percaya bahwa aksi tersebut akan membawa perubahan nyata.
Selain itu, jika gerakan mahasiswa tidak mampu membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat luas atau tidak melibatkan mereka dalam proses advokasi, masyarakat mungkin merasa terasing dari gerakan tersebut. Mahasiswa kadang-kadang dianggap hanya memperjuangkan kepentingan akademis atau elit, sehingga sulit bagi mereka untuk membangun solidaritas dengan kelompok masyarakat yang lebih luas. Sebaliknya, ketika mahasiswa mampu merangkul berbagai kelompok dan mengangkat isu-isu yang relevan bagi kehidupan sehari-hari masyarakat, dukungan yang mereka dapatkan cenderung lebih besar.
Peran Vital Media Sosial dalam Menyokong Gerakan Mahasiswa di Indonesia
Dalam era digital dan demokrasi yang lebih terbuka, mahasiswa memiliki berbagai cara untuk menyuarakan aspirasi mereka. Dialog publik, petisi online, dan keterlibatan dalam organisasi non-pemerintah yang mendukung perubahan menjadi sarana penting bagi mahasiswa untuk berpartisipasi dalam politik. Media sosial juga menjadi alat yang kuat bagi mahasiswa untuk berkomunikasi, menyebarkan pesan, dan mengorganisir aksi dengan cepat dan efisien. Meskipun demonstrasi fisik masih memiliki dampak visual yang kuat serta menunjukkan komitmen yang nyata, media sosial kini memungkinkan gerakan mahasiswa untuk menjangkau khalayak yang lebih luas dengan cepat dan mendokumentasikan aksi mereka secara real-time. (Itszah. 2023).
Mahasiswa juga menggunakan sosial media sebagai ruang publik untuk penggerak sosial. Dunia kontemporer saat ini di mana kita berada memerlukan pekerjaan yang cepat Dengan kata lain, itu menghasilkan masyarakat modern, dengan semua aktivitasnya, lebih suka berbicara di media sosial karena dianggap tidak perlu berbicara secara langsung, namun dapat berbicara dan berinteraksi satu sama lain. (Hasanah. 2017)
Media sosial, sebagai media baru, memiliki kekuatan yang signifikan untuk berfungsi sebagai pengkritik dan pengawas dunia informasi dan komunikasi dari berbagai kegiatan yang berlangsung di seluruh dunia dalam hitungan menit. (Astuti,2013: 208). Strategi digital memainkan peran penting dalam mengoordinasikan gerakan mahasiswa di era sekarang. Platform media sosial seperti Instagram, Twitter, dan Facebook menjadi sarana utama untuk menyebarkan informasi, menggalang dukungan, dan memobilisasi massa. Melalui konten visual seperti infografis, video, dan poster digital, mahasiswa dapat menyederhanakan isu-isu kompleks dan menyajikannya dalam format yang mudah dipahami oleh publik luas. Konten-konten ini sering kali mampu menarik perhatian karena visualisasi yang menarik dan pesan yang kuat. (Syahputri & Katimin. 2024).
Salah satu contoh yang menunjukkan efektifnya strategi digital dalam gerakan mahasiswa adalah kampanye daring seperti #KawalPutusanMK dan penggunaan template “Peringatan Darurat” yang baru-baru ini terjadi. Seperti yang dilakukan oleh akun besar di suatu Platform media sosial X, yakni @gamefourthie.
Gerakan ini, yang dianggap sebagai salah satu gerakan sosial terbesar di era digital, bertujuan untuk menginformasikan masyarakat tentang adanya krisis demokrasi di pemerintah. Dengan memanfaatkan media sosial, mahasiswa dan pemuda dapat berpartisipasi dalam gerakan tersebut dengan membagikan berita terbaru, memberikan opini dan pengetahuan mereka, serta mengadvokasi perubahan melalui dukungan publik yang meluas.
Secara keseluruhan, meskipun bentuk aksi mahasiswa telah mengalami perubahan dari demonstrasi fisik menjadi lebih digital, komitmen mereka terhadap perubahan sosial dan politik tetap kuat. Gerakan mahasiswa masa kini semakin memanfaatkan teknologi untuk memperluas pengaruh mereka, menggalang solidaritas, dan mengadvokasi perubahan yang mereka perjuangkan.
REFERENSI
Astuti, S.A. (2013). Media Sosial Sebagai Ruang Publik Antara Netiket dan Netizen. Kanal. 1(2): 1-220. Diakses dari https://sketsaunmul.co/berita-kampus/menggugat-reforma-agraria-aliansi-mahakam-sahkan-ruu-masyarakat-hukum-adat/baca.
Azura, A. Z., Sa’di, D. R., Laila, I., Sidauruk, T. S. O., Fakhriani, R., & Nugraha, D. M. (2024). Protes Mahasiswa Terhadap UU Cipta Kerja. Indonesian Journal of Law and Justice, 1(4), 9-9.i
BBC NEWS INDONESIA. (2013). Demonstrasi warnai kenaikan harga BBM. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2013/06/130621_bbm_demonstrasi.
BBC NEWS INDONESIA. (2022). Omnibus Law: DPR sahkan revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, mengapa dituding ‘siasat’ perbaiki UU Cipta Kerja. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-61110186.
Dwi, C. (2024, 24 Agustus). 6 Aksi Demo Terbesar Era Jokowi: Ciptaker, UU KPK hingga RUU Pilkada. Diakses pada 1 Oktober 2024, dari https://www.cnbcindonesia.com/research/20240822113215-128-565457/6-aksi-demo-terbesar-era-jokowi-ciptaker-uu-kpk-hingga-ruu-pilkada
Hasanah, A. N. (2017). Transformasi Gerakan Sosial Di Ruang Digital. E-Societas: Jurnal Pendidikan Sosiologi, 6(6).
Itszah. (2023). Peran Mahasiswa sebagai Agen Perubahan di Era Digital. Institut Teknologi Sepuluh November. Diakses Dari https://www.its.ac.id/news/2023/07/03/peran-mahasiswa-sebagai-agen-perubahan-di-era-digital/.
KOMPAS.COM. (2019). Perjalanan Panjang Menolak Revisi UU KPK: Unjuk Rasa, Janji Perppu, hingga Uji Materi MK. Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2021/05/04/0
8295101/perjalanan-panjang-menolak-revisi-uu-kpk-unjuk-rasa-janji-perppu-hingga-
uji?page=all.
Mariana, D. (2015). Partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan. CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 1(2), 216-229.
Syahputri, I. B., & Katimin, K. (2024). Pengaruh Aktivis Mahasiswa Dalam Perubahan Sosial Politik Di Era Digital 5.0. Ganaya: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 7(4), 25-36.
Yasmin, P. (2019, 24 September). 11 Pasal Kontroversial RUU KUHP yang Picu Mahasiswa Bergerak. Diakses pada 1 Oktober 2024, dari https://news.detik.com/berita/d-4719445/11-pasal-kontroversial-ruu-kuhp-yang-picu-mahasiswa-bergerak
Akun X bukti:
https://x.com/gemfourthie/status/1826167425626419265?t=CzAgefM60ojSVV3DFI1iTQ&s=19
Kelompok 4
- Muhammad Bintang A. (2202026003)
- Pemas (2202026004)
- Maria Kayantri Gelu W. (2202026007)
- Dominika welin Karang (2202026013)
- Muhammad Rivaldi (2202026015)
- Alwan Nabil Alvares (2202026025)
- Nisrina Salsabila Zahra (2202026030)
- Muhammad Tezar (2202026045)
- Muhammad Zidan (2202026048)
- Syafara Yuanita N. (2202026049)
- Andi Ahmad (2202026050)