Penulis :
Rita Gani, Dosen Fikom Unisba – Koordinator Nasional ADL Tular Nalar Mafindo
Kita sepakat bahwa mereka yang “menguasai” dunia digital saat ini adalah para generasi digital native yang lahir setelah tahun 1980an, dan sudah mengenal teknologi serta memanfaatkannya untuk beraktivitas, berinteraksi dengan memanfaatkan teknologi internet (gawai). Digital native juga terdiri dari beberapa kelompok mulai dari generasi Y, generasi z, milenials hingga generasi Alpha yang lahir antara tahun 2010-2011. Sementara para digital imigran yang lahir sebelum tahun 1980 berusaha menyesuaian dirinya dengan berbagai perubahan perkembangan teknologi digital saat ini. Para digital imigran yang saat ini menjadi kelompok pra lansia dan lansia ini, merupakan kelompok yang disebut sebagai generasi X (kelahiran tahun 1965-1979) dan generasi baby boomers (lahir sebelum tahun 1965)
Sejak tahun 2021, Indonesia telah memasuki struktur penduduk tua (ageing population), di mana sekitar 1 dari 10 penduduk adalah lansia. Fenomena ageing population bisa menjadi bonus demografi kedua, yaitu ketika proporsi lansia semakin banyak tetapi masih produktif dan dapat memberikan sumbangan bagi perekonomian negara (Heryanah, 2015). Akan tetapi, lansia dapat menjadi tantangan pembangunan ketika tidak produktif dan menjadi bagian dari penduduk rentan. Mengantisipasi tantangan ini, maka berbagai upaya dilakukan agar lansia tetap menjadi generasi yang produktif dan tetap berkarya di usia senja. Misalnya melibatkan para lansia dalam berbagai kegiatan pelatihan-pelatihan sehingga mereka tetap bergerak dan tidak pikun.
Adaptasi Lansia Dengan Teknologi Digital
Adakah yang masih ingat sosok Grace Simon? Ia adalah seorang penyanyi senior yang sangat popular di era 70an hingga 90an. Grace Simon merupakan duta program Akademi Digital Lansia (ADL) Program Tular Nalar Mafindo tahun ini, tentu penunjukan Oma grace- begitu ia senang dipanggil saat ini- disertai dengan berbagai alasan. Penulis berkesempatan bertemu dengannya pada saat launching Program Tular nalar di Bali sekitar bukan Oktober lalu. Dalam usianya yang memasuki angka 70 tahun pada tahun ini, Oma Grace masih terlihat lincah ketika bernyanyi, masih menyetir sendiri dan kerap berselancar di dunia maya melalui berbagi aplikasi. Ia juga mahir belanja di berbagai market place, menggunakan berbagai fitur digital kekinian dan mengintip berbagai aktivitas teman dan kerabatnya di media sosial. Di hadapan seratus orang lebih pra lansia dan lansia yang turut dalam acara tersebut, Oma Grace menceritakan berbagai pengalamannya ketika harus beradaptasi dengan dunia digital. Ya, tidak mudah baginya untuk beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang saat ini hampir menguasai berbagai bidang dalam kehidupan, namun kemauan untuk belajar mempermudah proses tersebut.
Lansia memang “harus” beradaptasi dengan dunia digital karena ini juga menjadi bagian dari dunia mereka sekarang. Keharusan ini terlihat dengan semakin tingginya lansia pengguna internet di tanah air. Mengutip hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2021 dari Badan Pusat Statistik (BPS), maka ada sebesar 14,1 persen lansia di Indonesia mengakses internet pada tahun 2021. Data ini jauh meningkat pesat dibandingkan tahun 2017 yang hanya berada di kisaran 2,98 persen saja. Situasi Covid 19 menjadi salah satu indikator peningkatan tersebut, kita tentu masih ingat bagaimana pertemuan-pertemuan melalui video call adalah pengobat rindu para lansia dengan anak cucu yang tidak bisa mengunjunginya karena pembatasan-pembatasan yang berlaku saat itu. Keterhubungan para lansia atau generasi baby boomers dengan dunia digital berbasis internet tentu tidak serta, mereka membutuhkan waktu untuk bisa beradaptasi dengan teknologi ini, beberapa lansia berhasil walau masih membutuhkan bantuan kerabat terdekat, namun banyak juga yang tidak mau beradaptasi dan tetap nyaman dengan situasi manual.
Dalam proses adaptasi yang dilakukan, bantuan kerabat terdekat sebagai pendamping akan mempermudah lansia dalam menggunakan telepon pintar dan jenis teknologi digital lainnya. Tentu pendampingan tidak hanya sebatas pada kemampuan mereka bisa menggunakan atau mengoperasikan teknologi tersebut, tetapi juga meliputi batasan-batasan akan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dari berbagai bentuk aplikasi yang digunakan. Kita tentu punya beragam pengalaman tentang bagaimana lansia yang bisa mengoperasikan telepon pintarnya dengan baik, namun kerap menyebarkan berita hoax, membagikan identitas pribadinya di grup wa, mengirim puluhan foto aktivitas bersama teman-temannya saat senam pagi hari di grup keluarga, dan sebagainya. Ini merupakan contoh nyata bahwa sebenarnya para lansia ini bisa mengoperasikan teleponnya dengan baik namun belum bisa memilih pesan dan mengukur manfaat dari apa yang dibagikannya tersebut.
Perlunya mendampingi lansia selama beraktivitas di dunia digital juga akan membantunya terhindar dari berbagai masalah yang muncul karena perkembangan teknologi digital tersebut, terutama masalah yang muncul melalui telepon pintar, yang menjadi pilihan paling banyak digunakan oleh para lansia. Data BPS 2021 mencatat ada sekitar 46,79 persen lansia yang menggunakan telepon pintar ini, karena dinilai lebih praktis, mudah menggunakannya dan bisa dibawa kemana saja. Dalam banyak sesi kegiatan pelatihan literasi digital untuk para lansia yang penulis temui, umumnya aktivitas para lansia melalui telepon selular adalah untuk berbagi pesan di grup percakapan dan berselancar di media sosial. Dua saluran ini sangat rentan sebagai sumber masalah bagi lansia, salah satunya bagi penyebaran hoax. Litbang Mafindo pada tahun 2021 mencatat ada sekitar 1888 hoax yang diedarkan di media sosial facebook (49.4%) dan whatsapp (15.9%). Maka sejatinya proses pendampingan yang dilakukan juga mencakup pada konsep etika digital, yang membahas apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di aplikasi percakapan maupun media sosial.
Maka, adalah tugas kita bersama untuk membuat harmoni yang indah bagi para para lansia agar melek teknologi dan bisa beradaptasi dengan dunia digital. Dan mendampingi mereka dalam proses adaptasi adalah sebuah Langkah yang harus dilakukan oleh para kerabat muda di sekitar lansia, sehingga mereka tetap berdaya di usia senja dan bahagia menikmati dunia digital tanpa tipu daya yang merugikan.