Radikalisme dan Terorisme Tak Beragama

Tulisan : Muhammad Arbain, S.Pd.I., M. Pd Nanti (Ketua Asosiasi Dosen Pergerakan (ADP) PMII Kaltara)

Islam sampai detik ini masih di judge sebagai salah satu agama di dunia yang melahirkan kelompok intoleransi, radikalisme dan terorisme. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena Islam merupakan agama mayoritas terbesar di dunia, yang jika ada sekelompok sempalan dari Islam yang “ekstrem” akan dianggap sebagai kelompok radikalisme dan terorisme. Padahal ada banyak tindakan intoleransi, radikalisme dan terorisme yang juga dilakukan oleh pihak, kelompok agama lain, namun hal ini dianggap biasa dan tidak di judge sebagai perilaku intoleransi, radikalisme dan terorisme, sebagai contoh aktivitas kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israil kepada warga palestina apakah itu bukan radikalisme dan terorisme? Tragedi genosida di Rohingya dan lain sebagainya. Tapi dunia tidak ada yang bersuara untuk mengatakan itulah radikalisme dan terorisme yang sesungguhnya bahkan bukan hanya kelompok namun bisa disebut sebagai “negara terorisme”.

Muhammad Arbain (kiri) dan Zulkifli (kanan) Ketua ISNU Tarakan. Foto : istimewa

Memang label Islam di cap sebagai Radikalisme dan Terorisme ini awalnya bermula ketika tragedi serangan WTC 11/9/2001 di Amerika Serikat, dengan kesan yang begitu melekat bahwa aksi amaliah itu berasal dari kelompok Islam di Timur Tengah yang bernama Al Qaeda di bawah kepemimpinan Osama bin Laden. Padahal ada aktivitas politik adu domba (devide et impera) yang luput dari perhatian publik bahwasanya banyak kelompok yang “mengaku” Islam atau bisa disebut “penunggang gelap” yang ingin menghancurkan marwah Islam di mata dunia khususnya di dunia Barat.

Belum lagi image Islam itu semakin memburuk citranya ketika berbagai tragedi pelaku bom bunuh diri (suicide bomber) banyak dilakukan oleh orang yang memang notabenenya mayoritas beragama Islam dengan berbagai ciri khas keislaman yang tampak seperti mengucapkan takbir “Allahu Akbar” ketika melakukan aksinya baik di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia yang terkenal dengan Islam yang ramah dan damai kini tak luput dengan label negara yang banyak melahirkan radikalisme dan terorisme. Berbagai tragedi memilukan itu memang nampak terlihat di negeri ini seperti tragedi bom bali 1 dan 2, bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, wanita bercadar yang meneror mako brimob, bom bunuh diri di Makassar, bom molotov di Gereja Sekotek Samarinda, bom molotov di Nunukan, aksi teror oknum yang terafiliasi pada ISIS tahun 2017 lalu di Tarakan yang sempat viral dengan live streaming nya di Facebook, hingga aksi teror yang sempat viral oleh seorang pria yang membawa sebuah koper ke polres Tarakan dengan mengucapkan takbir yang belakangan diperiksa berisi cempedak?. Tentu berbagai tragedi ini menjadi bukti rekam jejak perilaku radikalisme dan terorisme yang notabenenya banyak dilakukan oleh “oknum” yang kebetulan beragama Islam yang kemudian di media di blow up secara terus menerus dengan istilah “bad news is good news”.

Tentu hal inilah yang sampai detik ini judge itu masih melekat dan mengikat dalam tubuh Islam. Belum lagi berbagai aktivitas indoktrinasi yang dilakukan oleh pengusung “khilafah” Islam transnasional pasca reformasi semakin membuka kran pemikiran mereka kini bak jamur di musim hujan tumbuh subur di masyarakat, lembaga pendidikan dasar hingga PT.

Para Narasumber kegiatan PMII Tarakan. Foto : Istimewa

Untuk mengembalikan marwah Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin maka umat Islam perlu melakukan refleksi diri dan melakukan upaya-upaya pembuktian bahwa Islam adalah agama yang ramah, bukan marah, agama yang rahmat bukan suka melaknat. Agama yang cinta damai penebar kasih dan sayang kepada seluruh manusia di bumi. Tentu tantangan mengembalikan kemurnian nama baik Islam di mata dunia tidaklah mudah, perlu sinergitas dan komitmen seluruh umat Islam baik melalui dakwah bil lisan (dakwah melalui lisan) , dakwah bil qolam (dakwah melalui tulisan) serta dakwah bil hal (dakwah melalui perbuatan). Semoga islamophobia segera dihapuskan dari muka bumi ini. Aamiin….

“Wahai manusia, janganlah kalian berlebih-lebihan dalam agama, karena sungguh yang membuat celaka umat sebelum kalian adalah berlebihan dalam beragama”. (HR. Ibnu Majah/3029 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Dr. Usamah Sayyid Al-Azhary (Akademisi Al Azhar Kairo Mesir dan Penulis Buku “Islam Radikal: Telaah Kritis Islam Radikal dari Ikhwanul Muslimin Hingga ISIS”

“Seseorang yang sangat religius sebenarnya dapat hidup secara mulia di tengah masyarakat. Akan tetapi kemudian ada sebuah “virus pemikiran” yang menyerang akalnya, menutup matanya, serta mengacaukan pemahamannya terhadap perkara-perkara furu’iyyah (cabang) hukum dan teks-teks wahyu. Ketika “virus pemikiran” itu berhasil menyerang akalnya, maka ia berubah, yang asalnya pribadi yang sangat religius kini menjadi sosok yang radikal, kemudian berubah menjadi takfiri, dan pada akhirnya membunuh orang lain”.

Kekhawatiran Nabi Muhammad SAW kepada Umatnya di Akhir Zaman

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah yang membaca Al-Qur’an, hingga terlihat kebesaran Al-Qur’an pada dirinya. Dia senantiasa membela Islam. Kemudian ia mengubahnya dan terlepas darinya. Ia mencampakkan Al-Qur’an dan pergi menemui tetangganya dengan membawa pedang dan menuduhnya syirik. Hudzaifah bertanya, “Wahai Nabi Allah, siapakah di antara keduanya yang lebih berhak atas kesyirikan, yang dituduh atau yang menuduh?” Nabi menjawab, “yang menuduh”. [H.R. Hudzaifah & Bazzar dalam Musnadnya yang kualitas sanadnya dianggap hasan oleh Al-Haitsami dan Ibnu Hibban dalam Sahihnya]”.

“Iblis dahulu merupakan makhluk Allah Swt yang paling alim dan taat beribadah. Namun, karena kesombongan, keangkuhannya, ia terusir dari syurga”

Wallahu ‘alam bish shawwab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *