Tarakan, NEAZONE.ID – Menara Institute menggelar kajian kebangsaan dengan tema “Eksistensi Ideologi Pancasila dalam Menjaga Keutuhan dan Persatuan Banga”.
Diskusi yang berlangsung di Masjid Al Hidayah, Ladang Dalam, Kelurahan Pamusian, Jumat malam (17/5/2024), digelar dalam rangka memperingati hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2024 mendatang.
Menara Institute menghadirkan seorang akademisi dari Universitas Borneo Tarakan sekaligus penulis, M. Arbain S.Pd.I, M.Pd, sebagai pembicara.
Sementara perwakilan pelajar dari sejumlah sekolah menengah atas maupun organisasi pelajar, sebagai audiennya.
Diskusi menjadi menarik karena sesi interaksi lebih banyak disajikan. Audien diberi kesempatan bertanya langsung terkait eksistensi ideologi Pancasila sehingga mampu merekatkan bangsa.
Khususnya melawan paham-paham khilafah yang muncul dilingkungan masyarakat sekitar.
Menurut Ketua Menara Institute, Andre, kegiatan ini digelar sebagai upaya untuk menjaga persatuan dan kesatuan banga di tengah kemajemukan suku, budaya, agama dan bahasa.
“Ini sudah menjadi kegiatan rutin dan kita sejak 2016 memang komitmen dan konsisten menggelar kegiatan serupa. Karena tujuan kita ingin menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kita tidak ingin ada perpecahan,” tutur Andre.
Menurutnya, melalui kegiatan ini, diharapkan dapat merefleksikan kembali nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konsesi bangsa yang telah dirumuskan oleh founding fathers. Sekaligus menekankan munculnya kembali paham khilafah yang ingin merongrong NKRI.
“Kita ingin teman-teman kembali merefleksikan tiap-tiap butir Pancasila dan lebih memahami kembali agar dalam bernegara kita tetap menjaga kondusifitas dan perdamaian,” harap alumni UBT ini.
Pelajar sengaja menjadi sasaran kegiatan ini. Karena Andre menilai generasi muda sebagai penerus bangsa yang akan melanjutkan pembangunan. Karena itu, perlu ditanamkan nilai-nilai kebangsaan.
Sementara itu, dalam materinya, Arbain banyak menyinggung terkait bahaya paham radikalisme dan terorisme bagi bangsa Indonesia.
Paham ini sendiri sudah mengancam Indonesia cukup lama dengan banyaknya rentetan aksi teroris yang terjadi. Pelakunya pun dari kalangan muda sampai orangtua, wanita hingga pria.
Paham ini dinilai sangat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa apabila tidak ditangkal. Karena mampu mencuci otak manusia untuk berbuat radikal dan teroris.
Terlebih di kalangan pelajar. Apabila tidak memiliki pondasi agama yang kuat, akan mudah terpapar paham tersebut.
“Bahaya radikalisme itu memang harus sering-sering diedukasi di kalangan pelajar. Karena memang berbagai macam pemahaman agama yang dangkal bisa menjadi faktor seseorang terpapar radikalisme,” ujar Arbain.
“Ketika ia terpapar butuh berbagai macam upaya untuk membersihkan berbagai macam doktrin-doktrin yang memang sering dilakukan oleh para radikalis yang memang mencuci otak anak-anak,” lanjut Arbain.
Arbain juga menilai, paham radikalisme dan terorisme ini sangat mudah masuk. Kebanyakan mereka yang terpapar karena memiliki pemahaman agama yang dangkal.
Karena itu, peran guru pendidikan agama juga dinilai penting dalam memberikan wawasan kebangsaan maupun Islam ataupun agama lainnya.
Dengan adanya penguatan tentang wawasan kebangsaan dan agama diharapkannya bisa menjadi tameng kepada generasi muda untuk menjaga diri dari ancaman paham radikalisme dan terorisme. (Jendela Kaltara/adv)