Oleh :
Nurliani Saputri
(Ketua KOHATI Komisariat Ekonomi Raya HMI Cabang Tarakan)
“Perempuan merupakan makhluk yang lemah gemulai dengan kondisi hati yang perasa dan harus senantiasa di tuntun, Demikian ini perempuan tidaklah layak untuk menduduki sebuah posisi strategis sebagai seorang pemimpin yang mengayomi khalayak ramai dengan segala keterbatasannya”.
Kutipan singkat kalimat di atas merupakan stigma yang sudah tentu tidak asing lagi terdengar di sekitar kita, dimana sebagian besar publik beranggapan bahwa perempuan sudah semestinya terus berada pada strata kedua sejalan dengan berbagai keterbatasannya sehingga ia dianggap tidak layak menjadi seorang pemimpin yang ideal ketika masih ada kaum laki laki yang lebih berhak.
Terdapat sebuah Hadis yang kerap kali digunakan sebagai senjata oleh sebagian orang untuk menafsirkan bahwa memang idealnya perempuan tidak seharusnya menjadi seorang pemimpin, dalam hadis tersebut berbunyi : لن يفلح قوم ولّوا أمرهم امرأة
“Tidak akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan” (HR.Bukhari no.4163)
Hadis tersebut menafsirkan bahwa lelaki dalam segala hal lebih unggul sedangkan perempuan hendaknya beraktifitas pada sektor domestik saja bukan pada sektor publik. Karena lelaki memiliki kelebihan fisik, pikiran maupun hal lain yang lebih baik.
Stigma masyarakat yang berkembang terkait hadis ini perlu diluruskan, di perbaiki serta di telisik lebih jauh lagi. Yang dimaksud sebagai kaum dalam hadis tersebut adalah orang Persia yang mana perempuan yang dimaksudkan adalah Buran, Buran merupakan putri tadi Kishrah seorang raja Persia. Kishrah raja persia tersebut meninggal sehingga akan di gantikan oleh keturunannya yaitu Buran. Sedangkan buran masih terlalu kecil belum mampu menggunakan penalarannya untuk memimpin suatu kaum dan tidak punya kepakaran di bidang politik. Karena Sistem pemerintahan yang di anut oleh Bangsa Persia ialah Monarki kerajaan,akhirnya Buran dilantik menjadi Raja pemimpin bangsa Persia. Berita tersebut sampai di ke Nabi sehingga Nabi mengeluarkan Hadis tersebut.
Konteks kepemimpinan perempuan dalam islam memiliki banyak pandangan dan interpretasi dari ulama dan tokoh Islam. Pandangan umum yang di anut bahwa kepemimpinan perempuan dalam islam harus di lakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip Islam yang mengutamakan keadilan, kesetaraan dan kesejahteraan umum.
Perbedaan cara pandang para tokoh agama tersebut saling bertolak belakang satu sisi menerima dan sisi lainnya menolak. perbedaan ini muncul hanya karena cara pandang yang berbeda dalam menafsirkan teks-teks yang melandasi pemikiran mengenai perempuan.
Potret realitas gerakan perempuan hari ini masih menjadi topik menarik untuk diulas dalam ruang dialektika.
Pembelaan, kesetaraan, hingga kebebasan perempuan masih senantiasa menggema diruang publik. Diskursus emansipasi perempuan menjadi hal yang menarik jika di kontekstualisasi pada era globalisasi saat ini. Peran perempuan untuk mengisi ruang ruang sosial terbilang masif, Manifesto dari emansipasi perempuan hingga kini selalu menuai perubahan atas penafsiran masa kini
Dewasa ini pola pikir masyarakat yang semakin terbuka dan adanya kebebasan untuk bersuara memberikan peluang untuk orang-orang tidak lagi takut memperjuangkan hak-hak mereka agar memperoleh keadilan dan kesetaraan
Di Indonesia sebagian besar perempuan masih terus menghadapi serangkaian stereotip, diskriminasi serta stigma dari khalayak umum. Perempuan di Indonesia masih terjebak dalam konsensus bahwa “Urusan perempuan sebatas urusan dapur dan rumah tangga” Selain itu, Stereotipe bahwa perempuan lemah, tidak mandiri, dan tidak layak dijadikan pemimpin masih terus melekat.
Perempuan tentu menyadari stigma-stigma masyarakat yang masih melekat pada perempuan, membatasi hak, kemampuan, serta menghilangkan kesempatan dan keinginan untuk menjadi seorang pemimpin. Seperti yang telah kita ketahui bahwa perempuan menduduki strata kedua dalam masyarakat. Bagaimana perempuan dianggap tidak lebih kuat, lebih pintar ataupun lebih kaya dari laki-laki. Hal tersebut tentu tidak terlepas dari budaya patriarki yang berkembang di Indonesia.
Budaya patriarki yang masih kuat dalam masyarakat pada beberapa wilayah di Indonesia sehingga perempuan tidak memiliki kesempatan dalam menduduki strata tertinggi sebagai seorang pemimpin seperti kaum laki-laki yang mampu menembus segala lini hingga ke ranah tertinggi dan terluas pula tanpa ada batasan. Oleh karena itu perempuan berkarir masih di pandang sebelah mata (Viva,2013)
Dengan berkembangnya budaya patriarki di kalangan masyarakat luas membatasi ruang dan kesempatan perempuan untuk menjadi pribadi yang lebih bebas dan independen, oleh karena itu patriarki yang masih ada pada sejumlah masyarakat membuat stigma-stigma terhadap perempuan sulit di hapuskan. Perempuan harus berani menjadi berbeda dan mematahkan stigma masyarakat yang sudah ada sejak dahulu kala dengan meningkatkan kualitas dan kompetensi yang dimiliki perempuan.
Stigma publik yang menyatakan bahwa perempuan tidak layak menjadi pemimpin harus di ubah dan di hapuskan dalam Q.S. Al-Baqarah Ayat 30 Allah SWT Berfirman :
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا
تَعْلَمُوْنَ (Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Firman Allah SWT di atas sudah jelas, bahwasanya khalifah berarti setiap manusia berhak menjadi pemimpin tanpa membedakan jenis kelamin. Tetapi, maknanya bukan hanya sekadar menjadi pemimpin dalam pemerintahan, tetapi juga menjadi pemimpin dalam pendidikan, pemimpin lembaga atau organisasi, pemimpin keluarga, bahkan pemimpin untuk dirinya sendiri. Ayat tersebut diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas, “Masing-masing kamu adalah pemimpin. Dan masing-masing kamu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya”.
“Gadis yang fiirannya sudah di cerdaskan, pemandangannya sudah di perluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dunia nenek moyangnya”- R.A Kartini.
Saat ini, semakin banyak perempuan yang terlibat dalam kepemimpinan di berbagai bidang baik di sektor publik maupun swasta. Perempuan juga semakin di perjuangkan untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki laki untuk memimpin dan berkontribusi bagi masyarakat dan bangsa.
Dalam bingkai sejarah, data data historis terkait telah menjadi bukti nyata terhadap adanya pemimpin Perempuan yang begitu suksesnya. Dalam lingkup sejarah dunia Ratu Bilqis yang merupakan seorang pemimpin pada masa Nabi Sulaiman ia dikenal sebagai ratu dari kerajaan Saba yang terletak di Yaman. Cleopatra, yang merupakan seorang ratu Mesir Kuno yang memimpin selama 21 Tahun dan dikenal sebagai seorang pemimpin yang cerdas dan berani.
Khadijah bin Khuwalid adalah istri Nabi Muhammad SAW yang merupakan salah satu tokoh terkemuka dalam sejarah islam. Ratu Elizabeth seorang pemimpin Inggris yang memerintah selama 44 Tahun. Ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang cerdas dan tegas.
Dikutip dalam sebuah buku berjudul Tiga Malam Bersama Penghuni Syurga yang ditulis oleh Fuad Abdurahman (2011 & 2017), yang menyatakan bahwa satu satunya wanita yang maju menyerang musuh Rasulullah di saat prajurit Muslim lari dari ketakutan dialah Shafiyyah, Syafiyyah merebut pedang milik seorang prajurit Muslim yang lari dari ketakutan. Kemudian Ia maju menyerang barisan musuh. Syafiyyah berteriak pada kaum muslim “Pengecut kalian, mengapa kalian meninggalkan Rasulullah? (Halaman 118, Syafiyyah Sang Pemberani).
Indonesia juga memiliki sosok perempuan yang sangat berpengaruh. R.A Kartini, Tokoh Pahlawan Nasional Perempuan yang memperjuangkan hak hak perempuan dan pelopor gerakan emansipasi perempuan pada masa Kolonial Belanda.Megawati Soekarnoputri yang menjabat sebagai Presiden RI Ke-5 (2001-2004) dan merupakan pemimpin perempuan pertama di Indonesia. Tri Rismaharini, Seorang walikota Surabaya pertama perempuan yang berhasil membangun Kota Surabaya menjadi lebih baik dan maju. Maria Walanda Maramis, wanita kelahiran Sulawesi Utara pada 1 Desember 1872 ini dikenal sebagai wanita pembawa perubahan dan menjadi pemimpin terbaik dunia yang mengedepankan kemajuan dan emansipasi wanita di dunia politik dan pendidikan.
Tidak perlu terlampau jauh menelisik terkait keberadaan perempuan pemimpin, di Kalimantan Utara juga terdapat pemimpin perempuan yang telah mendapat penghargaan bidang pertanian dari Gubernur Kalimantan Utara pada tahun 2023 beliau bernama Misri Ayu Suntrik.
Tidak hanya itu, Fakta yang tersedia juga dalam lingkup organisasi Kemahasiswaan di Universitas Borneo Tarakan Kalimantan Utara, data yang tersedia menyatakan 53,3% Organisasi Mahasiswa di Universitas tersebut sebagian besar dipimpin oleh seorang perempuan.
Sebagai upaya dalam melangkah menuju transformasi sosial yang di pelopori kaum perempuan, tentu nilai sejarah yang didistribusikan kepada setiap generasi, peran perempuan sebagai agen of social criticism dan social feminism movement harus di jaga melalui instrumen gerakan perempuan.
Menurut Fatima Mernissi dalam tulisannya, memahami pemimpin perempuan semestinya dikembalikan kepada prinsip etis agama yang dan berkeadilan karena persoalan memimpin bukan semata mata dilihat dari unsur jenis kelamin, apakah itu perempuan atau lelaki tapi tergantung pada kesiapan, kemampuan serta bakat yang dimiliki sehingga mampu menjalankan tugasnya dengan baik, adil, jujur dan bijaksana.
Didalam Islam tidak ada batasan untuk siapapun menjadi seorang pemimpin pada sebuah komunitas publik. Tentu perempuan memiliki hak dan kapasitas yang sama dalam menduduki kursi di strata tertinggi.
Gaya kepemimpinan perempuan hadir dari pengalaman sendiri pada umumnya mendorong semua pihak untuk berpartisipasi dan menjadi bagian dari sebuah kelompok. Gaya kepemimpinan tersebut dapat disebut dengan Interactive Leadership yang menggambarkan sebagai suatu cara untuk mengembangkan rasa berharga pada diri seseorang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dewi & Rachmawati (2014) menghasilkan bahwa seorang pemimpin perempuan memiliki sifat yang konsisten karena ia percaya bahwasannya ia dapat menjadi panutan dan pemimpin yang baik dengan sifat internalnya. Perempuan memiliki kemampuan dalam pengambilan keputusan yang baik, dengan mempertimbangkan rasional,realistis,logis,dan pragmatis. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan mampu mengambil keputusan yang komperhensif dan inklusif karena mampu mempertimbangkan segala aspek.
Dalam Rangka mencapai kesetaraan gender, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak hak perempuan dan pentingnya peran perempuan dalam kepemimpinan juga menghilangkan stereotip serta diskriminasi gender yang masih melekat di masyarakat. Dengan demikian perempuan dapat memiliki kesempatan yang sama dalam menduduki posisi kepemimpinan dan berkonstribusi dalam pembangunan masyarakat.
Maka dengan ini, kita sebagai kaum perempuan yang memiliki hak istimewa harus mampu untuk berkembang dan menjadi perempuan berkemajuan jangan pernah ragu dan percaya bahwa kita sangat bernilai dan mampu mendapatkan setiap kesempatan demi mewujudkan harapan dan impian yang cemerlang.
HIDUP PEREMPUAN MELAWAN.